MATERI
I
PENGETAHUAN
UMUM TENTANG BATIK
A. Definisi Batik
Kata “batik”
berasal dari gabungan dua kata yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba yang berarti menulis dan titik yang berarti titik. Kata batik (Amba-atik) dengan demikian dapat
diartikan sebagai proses menulis titik-titik. Sebab, pada dasarnya batik
merupakan proses pembuatan motif di atas kain dengan menggunakan perintang
warna berupa lilin (malam). Motif yang dibentuk dengan bahal lilin (malam)
tersebut pada awalnya hanya menggunakan alat bantu canting. Sehingga proses
pembuatannya motifnya sangat dominan dengan menggunakan titik-titik.
Dari pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata batik itu sendiri merujuk pada kain yang
dihasilkan dari corak malam yang diaplikasikan ke atas kain sehingga menahan
masuknya bahan warna dan akhirnya memunculkan motif tersendiri.
Menurut tekniknya
batik dibedakan atas 2 bagian, yaitu:
1. Batik
tulis
Pembuatan
batik sejenis ini memakan waktu yang relative lama, kisaran antara 2 minggu
hingga 3 bulan (tergantung tingkat kerumitan motif dan vareasi warna yang
diinginkan). Cara pembuatannya dengan menghias kain secara manual dengan tangan
dengan ragam dan desain tertentu.
2. Batik
cap
Pembuatan
batik jenis ini memakan watku lebih singkat, sekitar 1 sampai 3 hari. Kain akan dicap dengan motif tertentu
dengan menggunakan sejenis stempel yang terbuat dari logam tembaga. Harga batik
cap biasanya lebih murah dari harga batik tulis.
B. Perkembangan Motif Batik Di Indonesia
Batik sudah umum dikenal di Indonesia sejak jaman
dahulu, khususnya di pulau Jawa.
Kemudian batik dapat berkembang pesat di hampir seluruh wilayah di
Indonesia. Malah kemudian batik pun mulai terkenal di mancanegara. Proses
pembuatan batik memang memiliki ciri tertentu (seperti yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya). Karena ciri proses pembuatan, keindahan, ketelitian serta
keunikannya sehingga batik banyak dikagumi oleh orang-orang asing.
Pada waktu dahulu (sampai sekarang pun masih ada)
motif-motif batik banyak menunjukan bentuk yang sama. Cara mewujudkan
motif-motif masih sangat sederhana. Dimana bentuk yang satu sama dengan bentuk
yang lain, kumpulan motif yang satu sama dengan kumpulam motif yang lain
(sistem pengulangan), lalu terjadi motif-motif yang simetris.
Dilihat dari prosesnya, batik pada jaman dahulu hanya
diberi warna biru (wedelan). Batik yang demikian biasanya disebut batik
“kelengan”. Selanjutnya ditemukan warna coklat (soga) yang didapat dari sejenis
kayu-kayuan.
Setelah selesai, maka warna yang diperoleh putih,
coklat dan biru. Perkembangan selanjutnya dengan ditemukannya beberapa zat
warna yang dapat digunakan dalam pembatikan. Hal ini memungkinkan bertambahnya
kemajuan dalam dunia pembatikan, sehinga diperoleh efek-efek warna yang bermacam-macam.
C. Perkembangan Batik Di Garut
Kegiatan dan usaha pembatikan di Garut merupakan warisan
nenek moyang yang berlangsung turun temurun dan telah berkembang lama sebelum
masa kemerdekaan. Menurut beberapa
sumber literature sejarah menyebutkan bahwa kegiatan pembatikan di Garut sudah
mulai berkembang di Garut pada akhir abad ke-18. Salah satu kegiatan usaha
pembatikan yang tercatat adalah kegiatan pembatikan di daerah Panembong-Garut (1871-1915) milik
seorang Belanda bernama K.F. Holle.
Seiring dengan berkembangnya kegiatan wisata di Garut,
batik dari Garut pun semakin popular dengan sebutan Batik Garutan. Perkembangan
wisata di Garut ini ditandai dengan berdirinya beberapa Hotel di Garut, mulai
dari Hotel Papandayan yang didirikan tahun 1917, hotel Vila Dolce, Hotel
Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Cisurupan, Hotel Ngamplang dan lainnya. Hingga pada tahun 1928 tercatat beberapa
tokoh dunia saat itu pernah berwisata ke Garut, diantaranya Raja Leopold dan
Permaisurinya Astrid, bintang film Charlie Chaplin, Renata Muller, dan Hans
Alberts.
Walaupun perkembangan industri di Garut sempat terhenti
saat masa pendudukan Jepang di Indonesia hingga masa kemerdekaan Indonesia,
namun Batik Garutan masih tetap bertahan hingga akhirnya mengalami masa jaya
antara tahun 1967 s.d. 1985 (126 unit usaha).
Dalam perkembangan berikutnya produksi Batik Garutan
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin pesatnya batik
printing/batik cap, kurangnya minat generasi penerus pada usaha batik tulis,
ketidaktersediaan bahan dan modal, serta lemahnya strategi pemasaran. Konsisi.
Kondisi seperti ini terus berlanjut hingga akhir saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar